(0232) 875847 [email protected]

[stikku.ac.id] – Tuberkulosis paru yang sering dikenal dengan TBC paru disebabkan bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis) dan termasuk penyakit menular. TBC paru mudah menginfeksi pengidap HIV AIDS, orang dengan status gizi buruk dan dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang. Penularan TBC paru terjadi ketika penderita TBC paru BTA positif bicara, bersin atau batuk dan secara tidak langsung penderita mengeluarkan percikan dahak di udara dan terdapat ±3000 percikan dahak yang mengandung kuman. Kuman TBC paru menyebar kepada orang lain melalui transmisi atau aliran udara (droplet dahak pasien TBC paru BTA positif) ketika penderita batuk atau bersin. TBC paru dapat menyebabkan kematian apabila tidak mengkonsumsi obat secara teratur hingga 6 bulan. Selain berdampak pada individu juga berdampak pada keluarga penderita, yaitu dampak psikologis berupa kecemasan, penurunan dukungan dan kepercayaan diri yang rendah. TBC paru masih menjadi masalah kesehatan global. WHO tahun 2017 melaporkan terdapat 1,3 juta kematian yang diakibatkan TBC paru dan terdapat 300.000 kematian diakibatkan TBC paru dengan HIV. Indonesia merupakan negara dengan peringkat ketiga setelah India dan Cina dalam kasus TBC paru, ditunjukkan dari dua per tiga jumlah kasus TBC di dunia diduduki delapan negara, diantaranya India 27%, Cina 9%, Indonesia 8%, Filipina 6%, Pakistan 5%, Nigeria dan Bangladesh masing-masing 4% dan Afrika Selatan 3%. Prevalensi TBC paru di Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah, diantaranya Sumatera 33%, Jawa dan Bali 23%, dan Indonesia bagian timur 44%.

TBC paru termasuk penyakit yang paling banyak menyerang usia produktif (15-49 tahun). Penderita TBC BTA positif dapat menularkan TBC pada segala kelompok usia. Tahun 2017 di kota Semarang terdapat penderita TBC semua tipe, pada kelompok usia bayi dan anak 24%, pada kelompok usia 15-44 tahun adalah 40% dan pada kelompok usia lebih dari 55 tahun adalah 22%. Presentase TBC paru semua tipe padaorang berjenis kelamin laki-laki lebih besar daripada orang berjenis kelamin perempuan dikarenakan laki-laki kurang memperhatikan pemeliharaan kesehatan diri sendiriserta laki-laki sering kontak dengan faktor risiko dibandingkan dengan perempuan. Laki-laki lebih banyak memiliki kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, kebiasaan tersebut dapat menurunkan imunitas tubuh dan akan mudah tertular TBC paru. Faktor risiko terduga TBC paru adalah orang yangmenetap satu atap rumah dengan penderita TBC paru BTA positif, pendidikan, merokok, lingkungan fisik rumah, daya tahan tubuh, perilaku penderita TBC paru BTA positif yaitu kebiasaan membuang dahak sembarangan dan tidak menutup mulut ketika batuk atau bersin, kepadatan hunian yaitu perbandingan antara luas rumah dengan jumlah anggota keluarga. Lamanya waktu kontak atau intensitas kontak dengan penderita TBC paru dapat menyebabkan seseorang terpapar M. tuberculosis, sehingga harus dapat mengendalikan penularan M. Tuberculosismelalui deteksi kasus dan pengobatan pasien TBC paru, dengan memutus rantai infeksi. Penularan M. Tuberculosis harus dihentikan untuk mencegah adanya terduga TBCparudan kasus baru TBC.

Oleh karena itu Prodi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Kuningan menyelenggarakan Webinar Pakar dengan tema “Terapi Preventif Tuberculosis (TBC) Untuk Menyelamatkan Masa Depan Anak Dan Remaja Indonesia”. Webinar Pakar ini dilaksanakan pada hari Rabu, 30 Maret 2021 melalui aplikasi yang banyak digunakan saat ini yaitu zoom cloude meeting dan streaming youtube dimana semua kalangan dapat mengakses dan dapat mengikuti seminar ini tanpa harus saling bertemu secara langsung dan aplikasi ini sangat membantu dikala social distancing ini.
Acara webinar berlangsung kurang lebih 2 (dua) jam 30 menit mulai pukul 10.00 – 12.30 WIB, dengan seluruh peserta yang bergabung baik via zoom dan streaming youtube sebanyak 328 peserta dan acara berlangsung dengan lancar dan antusias dari peserta webinar ini. Sesi webinar dibuka oleh pembawa acara yang dipandu oleh Muhamad Wildan Khaerudin, S.KM sebagai perwakilan dari mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Kuningan. Sesi selanjutnya yaitu sambutan dari Ketua STIKes Kuningan namun diwakili oleh Bapak Cecep Heriana SKM., MPH sekalu Wakil Ketua I Bidang Akademik STIKes Kuningan.

Wakil Ketua I Bidang Akademik, bapak Cecep Heriana SKM., MPH menyampaikan apresiasi serta harapannya ketika menyampaikan sambutannya ketika webinar pakar tersebut berlangsung. “saya apresiasi dan bangga kepada ketua prodi dan seluruh panitia yang sudah bisa menyelenggarakan webinar pakar ini dengan baik. Dan saya harap seluruh mahasiswa, praktisi, tenaga Kesehatan dan seluruh masyarakat yang menyaksikan webinar ini bisa menjaga dan ikut serta secara aktif dalam menjaga kesehatannya dan mempromosikan program 5M serta vaksinasi. Dengan beragamnya respon masyarakat dan hoax terkait vaksinasi, diperlukan pemahaman baik dan benar dalam mendapatkan berita tentang vaksinasi ini. Kita bisa mendapatkan informasi tersebut dari ahlinya mapun dari sumber yang terpercaya. Dengan kasus yang terus meningkat, diperlukan edukasi dan peran pemimpin yang super aktif agar kita semua dapat berhasil menghadapi masa krisis ini. Kasus Tuberkulosis (TB) anak di Jawa Barat menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Upaya untuk mencegah kasus TB pada anak dan remaja antara lain dengan pemberian imunisasi BCG, perilaku hidup bersih dan sehat, membudayakan perilaku etika batuk, melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat, peningkatan daya tahan tubuh, penanganan penyakit penyerta TB dan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi.”. ujarnya.

Dalam sesi pemaparan materi diawali oleh Ibu Dr. dr. Finny Fitry Yani, Sp.A(K) (Anggota IDI dan IDAI) yang menyampaikan materi tentang “Terapi Preventif TBC Pada Anak dan Remaja, Capaian dan Tantangan” dan dilanjutkan oleh Pemateri kedua yakni Ibu Dr. Esty Febriani, M.Kes yang menyampaikan materi tentang “Peran Komunitas dalam Mendukung Terapi Preventif Tuberculosis” yang langsung dimoderatori dan dipandu oleh Bapak Rachmat Roebidin, SKM sebagai mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat STIKes Kuningan sekaligus sebagai Staf UPTD Puskesmas Kedawung Cirebon dan dilanjutkan sampai dengan sesi tanya jawab.

Dalam penyampaian materinya, Dr. Finny Fitry Yani, Sp.A(K) menjelaskan bahwa WHO pada tahun 2018 merekomendasikan TPT jangka pendek yang lebih dapat ditoleransi dan memiliki efikasi yang baik sehingga dapat meningkatkan angka kepatuhan pengobatan. Sekitar 5-10% ILTB akan berkembang menjadi TBC aktif (5 tahun sejak pertama terinfeksi). Risiko penyakit TBC pada ODHA, anak kontak serumah dengan pasien TBC terkonfirmasi bakteriologis dan kelompok berisiko lainnya dapat dikurangi dengan pemberian TPT. Pengobatan laten TBC dapat mengurangi risiko reaktivasi sekitar 60% sampai 90%. Pada saat ini dibutuhkan pengoptimalan Inverstigasi Kontak, yakni suatu kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan penemuan kasus TBC dan orang dengan infeksi laten TBC dengan cara mendeteksi secara dini dan sistematis terhadap orang yang kontak dengan sumber infeksi TBC. Langkah-langkah ini dilakukan untuk bisa mencegah terlambatnya penemuan orang dengan infeksi laten TBC, lalu data mencegah terjadinya sakit TBC pada orang dengan infeksi laten TBC serta dapat memutus rantai penularan TBC di masyarakat.
Kemudian untuk pemateri kedua, yakni Dr. Esty Febriany, M.Kes menjelasakan mengenai Peran Komunitas dalam Mendukung Terapi Preventif Tuberkulosis. Peran komunitas dalam penanggulangan TBC yaitu membantu secara aktif dalam penemuan kasus melalui implementasi strategi Investigasi kontak dan penjangkauan seperti panduan investigasi kontak, menyediakan ribuan kader terlatih yang didukung oleh CSO yang aktif. Selain itu juga peran komunitas dalam melakukan promosi dan edukasi pasien, keluarga dan masyarakat, memotivasi dan pendampingan pasien, menghilangkan stigma, diskriminasi dan juga advokasi.

Webinar Pakar #9 ini diikuti oleh 261 peserta melalui aplikasi Zoom dan juga ditayangkan secara langsung di Channel Youtube Prodi Kesehatan Masyarakat STIKes Kuningan kurang lebih sebanyak 54 peserta yang terdiri dari mahasiswa, praktisi dan seluruh masyarakat dari seluruh Indonesia. Antusiasme peserta dapat dilihat pada saat sesi tanya jawab dimana banyak sekali peserta yang mengajukan pertanyaan kepada pemateri dan menjadikan webinar ini sangat aktif.

Moderator Webinar 9, Bapak Rachmat Roebidin, SKM menyampaikan bahwa bangga dengan Prodi Magister Kesmas STIKes Kuningan yg selalu sukses menyelenggarakan kuliah pakar dengan menghadirkan narasumber yg benar-benar kompeten baik sebagai akademisi maupun sebagai praktisi. Topik-topik yang diangkat juga merupakan isue-isue terkini dibidang kesehatan yang tentunya menarik dan penting untuk di kaji. Sukses terus untuk STIKKU!

Salah satu panitia pelaksana yakni Muahamd Wildan Khaerudin, SKM berharap, dengan adanya webinar pakar ini dapat menambah wawasan kita mengenai upaya-upaya yang bisa kita lakukan dalam membantu upaya optimalisasi program penanggulangan TBC di Indonesia. Melalui terapi preventif, pemberian imunisasi BCG, perilaku hidup bersih dan sehat, membudayakan perilaku etika batuk, melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar rumah sehat dilakukan secara optimal maka akan meningkatkan daya tahan tubuh serta penanganan penyakit penyerta TB dan penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi nya pun akan berhasil. Dengan begitu, Eliminasi TB Tahun 2030 akan terwujud (Wildan)